Air sangat diperlukan oleh tubuh manusia seperti halnya udara dan makanan. Tanpa air, manusia tidak akan bisa bertahan hidup lama. Sekitar enam puluh lima persen dari tubuh manusia berisi air. Kehilangan air yang cukup banyak dapat mengakibatkan kematian.
Air minum dalam tubuh manusia berperan sebagai zat pelarut (solvent), media pembawa ( carrier ) atau unsur pereaksi ( katalisator ). Karena itu air minum tersebut harus aman bagi kesehatan. Ukuran keamanan air minum ditentukan berdasarkan syarat kualitas fisik, kimia, mikrobiologi dan radioaktif. Karena air merupakan zat pelarut dan media yang baik, sehingga dapat membawa berbagai zat pencemar yang tergantung pada faktor lingkungannya. Sumber air banyak jenisnya, seperti mata air, sungai, sumur, hujan, danau, laut atau tanaman sehingga kualitasyan pun berbeda satu dengan yang lain.
Pengertian air minum menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/ MENKES/ VII /2002 adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada masyarakat yang mengkonsumsi air yang tidak memenuhi syarat kesehatan antara lain : typhoid, diare/kolera, disentri dan hepatitis. Hasil survey WHO (1990), menunjukkan bahwa penyakit diare (infeksi) menempati urutan kedua penyebab kematian di Indonesia setelah penyakit jantung koroner.
Berdasarkan data sie Surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali periode Januari s/d April 2009, terdapat penderita penyakit diare sebanyak 7.450 kasus dan penyakit typhus abdominalis 940 kasus serta penyakit hepatitis sebanyak 14 kasus. Dari hasil kajian epidemiologi ternyata jumlah penderita penyakit diare dan typhus abdominalis menduduki urutan pertama dan kedua dari 10 besar penyakit menular yang dilaporkan oleh puskesmas.
Salah satu faktor yang dapat meningkatkan insidens penyakit-penyakit tersebut adalah masih banyaknya masyarakat mengkonsumsi air minum yang tidak memenuhi syarat kesehatan disamping sanitasi lingkungan pemukiman yang kurang layak.
Untuk melindungi masyarakat dari gangguan kesehatan akibat menggunakan air yang tidak sehat, maka Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali secara intensif melakukan kegiatan pengawasan kualitas air melalui petugas sanitarian puskesmas.
Petugas sanitarian puskesmas yang tersebar di seluruh kecamatan menjadi ujung tombak bagi Dinas Kesehatan untuk memantau secara langsung di lapangan terhadap kualitas air yang di manfaatkan oleh masyarakat baik dari aspek sarana fisik sumber air maupun dari aspek kualitas air itu sendiri.
Begitu tingginya perhatian Dinas Kesehatan terhadap peningkatan program pengawasan kualitas air di Kabupaten Boyolali, sehingga untuk mobilitas di lapangan semua petugas sanitarian telah dilengkapi dengan sarana kendaraan operasional roda dua.
Sarana penunjang lain yang menjadi perhatian Dinas Kesehatan saat ini adalah peningkatan sarana dan prasarana Laboratorium Kesehatan Daerah dalam mendukung program pengawasan kualitas air dan pengawasan makanan minuman terutama unsur-unsur kimia berbahaya dalam makanan/ jajanan anak-anak sekolah.
PETUGAS SANITARIAN PUSKESMAS
Tenaga kesehatan banyak jenisnya dimana masing-masing jenis mempunyai keahlian berbeda-beda sesuai dengan bidangnya, diantaranya dokter, apoteker, bidan, perawat, sanitarian dsb.
Sanitarian merupakan tenaga profesi kesehatan yang telah mengikuti pendidikan formal sesuai dengan standar Departemen Kesehatan RI dan mempunyai ketrampilan dan keahlian dibidang penyehatan lingkungan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.19/KEP/M.PAN/11/2000 yang tertuang pada BAB I pasal 1 menyatakan, bahwa Sanitarian adalah pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengamatan, pengawasan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-cara hidup bersih dan sehat.
awasan kesehatan lingkungan adalah suatu upaya untuk mengetahui tingkat risiko pencemaran dan atau penyimpangan standar, persyaratan, kriteria kesehatan media lingkungan dan rekomendasi tindak lanjut perbaikan kualitasnya.
Kegiatan tenaga sanitarian adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga sanitarian berupa upaya-upaya peningkatan derajat kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasis lingkungan yang meliputi kegiatan penyusunan, perencanaan, pengamatan dan pengawasan kesehatan lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan kegiatan penunjang lainnya untuk meningkatkan kualitas lingkungan.
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya penyuluhan kesehatan lingkungan dalam rangka perbaikan kualitas lingkungan untuk memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-cara hidup bersih dan sehat.
Dalam melaksanakan tugas profesinya seorang sanitarian harus selalu bekerjasama dengan profesi lain dan berkoordinasi dengan lintas sektor terkait untuk mengatasi permasalahan kesehatan lingkungan di wilayah kerjanya.
Mengingat permasalahan kesehatan lingkungan sangat luas dan kompleks, maka keberadaan petugas sanitarian di puskesmas adalah mutlak. Namun sayang belum semua puskesmas di Kabupaten Boyolali mempunyai tenaga sanitarian, sehingga akan menghambat pelaksanaan program kesehatan lingkungan di wilayah tersebut.
Salah satu kegiatan pokok sanitarian puskesmas adalah melaksanakan kegiatan pengawasan kualitas air sehingga selalu tersedia informasi keadaan sanitasi sarana air bersih dan kualitas air di wilayahnya. Dengan demikian selalu tersedia pula rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya perlindungan pencemaran, perbaikan kualitas air dan penyuluhan kepada pihak terkait.
Adapun kegiatan pengawasan kualitas air meliputi : Inpeksi sanitasi pada sarana sumber air, Pengambilan sample (contoh) air di lapangan dan Pengiriman ke Laboratorium Kesehatan Daerah, Pemeriksaan kualitas air di lapangan serta memberikan rekomendasi & saran tindak lanjut bagi perbaikan sarana sumber air maupun kualitas air yang dihasilkan.
Tujuan dari inspeksi sanitasi adalah untuk mengetahui apakah kontruksi sumber air minum penduduk tersebut telah memenuhi syarat kesehatan. Artinya terlindung dari cemaran bakteri penyakit atau unsur/ zat berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan. Pemeriksaan sampel air (contoh air) bertujuan untuk mendeteksi apakah sumber air tersebut layak atau aman bila digunakan untuk sumber air minum.
PENGAWASAN KUALITAS AIR
Air merupakan salah satu medium tempat tinggalnya beribu – ribu spesies makhluk hidup. Dalam standar kualitas ditetapkan setiap 100 ml contoh air, MPN koliform bakteri harus nol. Koliform bakteri digunakan sebagai indikator di dalam menentukan apakah air telah tercemar oleh tinja atau air limbah. Penyimpangan terhadap standar ini dapat disimpulkan bahwa air tersebut kemungkinan besar terdapat kuman-kuman yang membahayakan kesehatan manusia.
Pada prinsipnya tujuan pemeriksaan kualitas air ialah untuk mengetahui ada tidaknya kuman berbahaya. Akan tetapi di dalam praktik jarang ditemukan Shigella, Salmonella atau Vibrio dari contoh air yang diteliti. Oleh karena itu pengujian air didasarkan atas ada tidaknya bakteri golongan “kolon” saja. Bakteri kolon terdiri atas berbagai bakteri yang merupakan penghuni biasa dari usus tebal manusia atau hewan yang sehat maupun yang sakit, misalnya Escherichia coli dan Aerobacter aerogenes. Kehadiran bakteri kolon di dalam suatu contoh air menunjukkan adanya pencemaran yang berasal dari kotoran manusia atau hewan, dan hal itu identik dengan adanya bakteri patogen.
Pemeriksaan kualitas air dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Pemeriksaan bakteriologis bertujuan untuk mengetahui adanya kuman penyakit dalam air (bakteri e.coli) sedangkan pemeriksaan kimiawi bertujuan untuk mengetahui adanya unsur kimia berbahaya (besi, mangan, nitrit, nitrat dsb) yang terlarut dalam air.
Pemerintah Daerah sebenarnya sudah berupaya menyediakan sumber air minum yang layak untuk masyarakat Boyolali melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) , namun kapasitasnya yang terbatas hanya sebagian kecil saja yang terlayani itu pun terbanyak di wilayah perkotaan.
Berdasarkan data pada Sie Kesehatan lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, pada tahun 2008 sumber air yang digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Boyolali selain PDAM adalah : Sumur Gali/SGL (39.376 buah), Sumur pompa tangan dangkal/SPT DK (7.679 buah), Sumur pompa tangan dalam/SPT DL (166 buah), Mata air/MA (38 buah), Penampungan air hujan/PAH (1.671 buah), Sumur artesis/SA (3 buah), Perpipaan/PP (165 buah).
Disamping pengawasan terhadap sarana sumber air tersebut diatas, petugas sanitarian puskesmas juga melakukan pengawasan terhadap sarana umum yang menggunakan air atau memanfaatkan air untuk usaha-usaha bagi umum/ konsumsi publik. Sarana yang menjadi obyek pemeriksaan kualitas air antara lain Sarana Kesehatan, Rumah makan, Industri makanan-minuman, Hotel, Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU), Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), Tempat Tempat Umum (TTU)
Berdasarkan Perda tentang retribusi no 16 Tahun 2001 untuk pemeriksaan bakteriologi air dikenakan biaya sebesar Rp.30.000,- per sample dan biaya pemeriksaan kimia air sebesar Rp.75.000,- per sample.
Apabila masyarakat ingin mengetahui kualitas air yang digunakan dapat menghubungi petugas sanitarian puskesmas terdekat atau langsung datang ke Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.
HASIL PEMERIKSAAN KUALITAS AIR
Hasil pemeriksaan kualitas air yang dilakukan oleh Laboratorium Kesehatan Daerah pada Tahun 2008, adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Hasil pemeriksaan kandungan bakteri (e.coli) pada sampel air yang diperiksa dan telah memenuhi syarat kesehatan berdasarkan jenis lokasi/ sasaran adalah :
a. Sarana Kesehatan : 81,6 %
b. Rumah makan : 40 %
c. Industri makanan-minuman : 0 %
d. Hotel : 0%
e. PDAM : 96,7 %
f. Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) : 83 %
g. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) : 73,7 %
h. Pemukiman penduduk : 9,7 %
i. Tempat Tempat Umum (TTU) : 25 %
Hasil pemeriksaan bakteriologi air berdasarkan jenis sumber air adalah:
a. PDAM : 91,6 %
b. Sumur Gali : 15,2 %
c. Sumur Pompa Tangan Dangkal : 50 %
d. Sumur Pompa Tangan Dalam : 100 %
e. Sumur Artesis : 90,5 %
f. Penampungan Air Hujan : 28,6 %
g. Mata Air : 0 %
h. Perpipaan : 0 %
i. Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) : 87,2 %
j. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) : 75 %
Rendahnya kualitas air pemukiman penduduk diatas, karena sebagian besar penduduk menggunakan sumur gali yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Hasil inpeksi sanitasi menunjukkan bahwa jarak sumur gali dengan sumber pencemaran terlalu dekat serta kontruksi sumur gali tidak mampu mencegah kontaminasi zat pencemar dari luar. Penampungan air hujan (PAH) adalah bangunan penangkap air hujan yang sengaja dibuat/dibangun baik oleh pemerintah daerah maupun oleh masyarakat (perorangan) untuk memenuhi kebuthannya akan air. PAH banyak ditemukan pada daerah-daerah sulit air, antara lain di Kecamatan Musuk, Kemusu, wonosegoro dan Juwangi. Biasanya bangunan PAH terutama yang dibuat penduduk kontruksinya kurang memenuhi syarat sehingga mudah terkontaminasi sumber pencemar dari luar bahkan banyak yang menjadi tempat perindukan nyamuk.
ain kualitas air pada pemukiman penduduk yang perlu menjadi perhatian adalah DAMIU dan AMDK, karena memproduksi air minum yang langsung di konsumsi masyarakat harus 100 % bebas dari bakteri. Ditemukan nya bakteri pada AMDK dikarenakan pemeriksaan kualitas air dilakukan sejak proses pengolahan awal sampai akhir. Pada proses awal biasanya masih banyak ditemui kandungan bakteri tetapi pada proses akhir sebelum di kemas/ packing untuk dipasarkan, sudah tidak ditemukan adanya bakteri lagi (100 % bebas bakteri).
Salah satu factor penyebab masih adanya bakteri pada DAMIU, karena alat desinfektan (ultra violet/ UV) kurang berfungsi atau tidak mampu membunuh bakteri lagi.
Kepada masyarakat yang mengkonsumsi air isi ulang, agar selalu melihat hasil pemeriksaan kualitas air pada Depot tersebut. Caranya dengan menanyakan langsung pada pemilik/ penunggu Depot dan dilihat kapan waktu pemeriksaannya. Pada DAMIU yang memperhatikan keamanan produksinya akan selalu memeriksakan kualitas airnya minimal 6 bulan sekali dan hasilnya ditempel di depan agar mudah dilihat oleh konsumen.
Upaya untuk mengatasi agar air bebas dari bakteri penyakit adalah melakukan kaporisasi sumur dan memasak air sampai mendidih sebelum di konsumsi.
2. Pemeriksaan Kimiawi
Hasil pemeriksaan kimia (Nitrit, nitrat, Fe dsb) pada sampel air yang diperiksa dan telah memenuhi syarat kesehatan berdasarkan jenis lokasi/ sasaran adalah:
a. Sarana Kesehatan : 76,9 %
b. Rumah makan : 100 %
c. Industri makanan-minuman : 100 %
d. Hotel : 100 %
e. PDAM : 98 %
f. Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) : 100 %
g. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) : 100 %
h. Pemukiman penduduk : 91,7 %
i. Tempat Tempat Umum (TTU) : 50 %
Hasil pemeriksaan kimiawi (Nitrit, nitrat, Fe dsb) pada sampel air yang diperiksa dan telah memenuhi syarat kesehatan berdasarkan jenis sumber air adalah:
a. PDAM : 100 %
b. Sumur Gali : 85,3 %
c. Sumur Pompa Tangan Dangkal : 100 %
d. Sumur Pompa Tangan Dalam : 100 %
e. Sumur Artesis : 66,7 %
f. Penampungan Air Hujan : 0 %
g. Mata Air : 71,4 %
h. Perpipaan : 100 %
i. Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) : 100 %
j. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) : 100 %
Kandungan kimia dalam air pada sumber-sumber air di Kabupaten Boyolali pada umumnya baik, kecuali pada sarana sumber air yang menggunakan sumur dengan kedalaman lebih dari 20 meter. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa sample air yang diperiksa dari sumber air dengan kedalam lebih dari 20 meter banyak ditemukan kandungan besi (Fe). Pada sumber air dari mata air biasanya ditemukan nitrit atau nitrat. Kondisi ini mencerminkan telah terjadi kontaminasi dari luar terhadap mata air tersebut, baik dari sampah organic maupun dari kotoran hewan/ manusia. Hasil pemeriksaan bakteri pun menunjukkan bahwa semua sumber air dari mata air yang diperiksa mengandung bakteri.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan treatmen, antara lain : Aerasi dan kaporisasi.
KESIMPULAN
Air merupakan media yang baik bagi tumbuhnya mikroorganisme penyebar penyakit yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia, sehingga perlu selalu dipantau kualitasnya sebelum di konsumsi.
Hasil pemeriksaan sampel air menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat di Kabupaten Boyolali menggunakan air dari sarana sumber air yang tidak memenuhi syarat kesehatan, bahkan Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) yang tersebar di wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten Boyolali, tidak dapat menjamin kualitas air minum yang diproduksinya 100 % bebas bateri.
Petugas Sanitarian puskesmas menjadi ujung tombak paling depan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam perannya melindungi masyarakat terhadap penggunaan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan.